PELAKSANAAN DEMOKRASI PANCASILA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan dalam demokrasi Pancasila menggunakan cara: (1) Musyawarah mufakat, dan (2) Suara terbanyak. Baik musyawarah mufakat maupun suara terbanyak, keduanya merupakan cara pengambilan keputusan untuk mencapai konsensus. Perbedaan antara keduanya terletak pada bagaimana cara proses untuk mencapai konsesus. Pengambilan keputusan dengan cara musyawarah mufakat melalui proses perubahan pendapat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik (perbedaan pendapat) untuk menemukan titik temu yang disepakati sebagai dasar pengambilan keputusan. Sedangkan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak, konflik yang terjadi diselesaikan melalui pemungutan suara terbanyak (voting). Pendapat yang memperoleh suara terbanyak menjadi pendapat bersama sehingga perbedaan pendapat dapat diselesaikan.
Muswadi Rauf (2000) salah satu ilmuan politik Indonesia terkemuka mengemukakan dikenal 4 (empat) macam model konsensus yang didasarkan atas musyawarah untuk mufakat yang terhadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik (perbedaan pendapat) yaitu sebagai berikut:
1. Model Konsensus Pendapat Internal
Dalam model ini konsensus dibangun atas gabungan dari butir-butir pendapat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Oleh karena itu, konsensus ini sering disebut konsensus pendapat internal. Prosesnya sebagai berikut:
a. Musyawarah untuk mencari butir-butir pendapat yang disetujui oleh masing-masing pihak yang terlibat konflik.
b. Musyawarah mencari butir-butir pendapat yang disetujui oleh semua pihak dan membuang butir-butir pendapat yang tidak disepakati. Dalam proses ini akan terjadi tawar menawar dari pihak-pihak terlibat konflik karena harus ada kesediaan setiap pihak untuk membuang butir-butir pendapat sendiri yang tidak disetujui pihak lain dan menerima pendapat pihak lain yang semula tidak disetujui. Oleh karena itu proses musyawarah untuk mencapai konsensus adalah sesuatu yang tidak mudah. Diperlukan waktu dan tenaga yang banyak untuk mencari titik temu. Namun model ini dapat menghasilkan konflik dan sekaligus juga dapat menuntaskan konflik di masyarakat.
2. Model Konsensus Pendapat Dominan
Dalam model ini konsensus dibangun atas disepakatinya pendapat dari salah satu pihak yang terlibat dalam konflik. Cara konsensus ini dikenal sebagai konsensus pendapat dominan. Konsensus ini pada umumnya terjadi apabila yang terlibat konflik lebih dari dua pihak. Karena besarnya perbedaan pendapat di antara mereka, dan setelah musyawarah tidak mencapai hasil, bisa saja muncul pendapat yang menganggap bahwa pendapat salah satu pihak dianggap baik untuk dijadikan konsensus.
3. Model Konsensus Pendapat Luar
Dalam model ini konsensus dibentuk dari pendapat-pendapat lain di luar pihak yang terlibat konflik atau bukan dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Konsumen seperti ini dapat dinamakan konsensus pendapat luar. Digunakannya pendapat luar ini disebabkan karena adanya kesulitan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima pendapat dari masing-masing pihak yang berkonflik. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat yang sangat tajam diantara pihak-pihak yang berkonflik, namun pihak-pihak yang berkonflik melihat ada butir-butir pendapat dari pihak lain di luar pihak yang berkonflik yang bisa mereka setujui. Pihak lain bisa saja mediator atau pihak lain di mana pun juga yang ada dalam masyarakat.
4. Model Konsensus Gabungan
Model ini merupakan gabungan dari berbagai model konsensis yang dibahas di atas. Dalam model ini digunakan butir-butir pendapat tertentu yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, di samping butir-butir pendapat lain yang berasal dari pihak-pihak lain yang tidak terlibat konflik. Diterimanya butir-butir tertentu dari pihak lain, menunjukkan ada kesulitan dari pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menerima butir-butir pendapat mereka sendiri. Sebagai cara untuk menghasilkan konsensus, mereka menggunakan pendapat pihak lain yang dapat disetujui bersama.
Sedangkan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak dalam demokrasi Pancasila menganut tiga formula. Formula pertama, persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR yang hadir dalam hal pengambilan keputusan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR. Formula kedua, pengambilan keputusan dengan suara terbanyak 50% + 1 (mayoritas mutlak) dari seluruh jumlah anggota MPR dalam hal menetapkan atau mengubah UUD 1945.
Formula ketiga, pengambilan keputusan dengan suara terbanyak di luar pengambilan keputusan pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dan penetapan/pengubahan UUD 1945. Misalnya, dalam pengambilan keputusan menerima/menolak suatu RUU menjadi UU; menerima/menolak dimasukkannya pasal-pasal tertentu dalam UU.
Muswadi Rauf (2000) salah satu ilmuan politik Indonesia terkemuka mengemukakan dikenal 4 (empat) macam model konsensus yang didasarkan atas musyawarah untuk mufakat yang terhadi antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik (perbedaan pendapat) yaitu sebagai berikut:
1. Model Konsensus Pendapat Internal
Dalam model ini konsensus dibangun atas gabungan dari butir-butir pendapat dari pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Oleh karena itu, konsensus ini sering disebut konsensus pendapat internal. Prosesnya sebagai berikut:
a. Musyawarah untuk mencari butir-butir pendapat yang disetujui oleh masing-masing pihak yang terlibat konflik.
b. Musyawarah mencari butir-butir pendapat yang disetujui oleh semua pihak dan membuang butir-butir pendapat yang tidak disepakati. Dalam proses ini akan terjadi tawar menawar dari pihak-pihak terlibat konflik karena harus ada kesediaan setiap pihak untuk membuang butir-butir pendapat sendiri yang tidak disetujui pihak lain dan menerima pendapat pihak lain yang semula tidak disetujui. Oleh karena itu proses musyawarah untuk mencapai konsensus adalah sesuatu yang tidak mudah. Diperlukan waktu dan tenaga yang banyak untuk mencari titik temu. Namun model ini dapat menghasilkan konflik dan sekaligus juga dapat menuntaskan konflik di masyarakat.
2. Model Konsensus Pendapat Dominan
Dalam model ini konsensus dibangun atas disepakatinya pendapat dari salah satu pihak yang terlibat dalam konflik. Cara konsensus ini dikenal sebagai konsensus pendapat dominan. Konsensus ini pada umumnya terjadi apabila yang terlibat konflik lebih dari dua pihak. Karena besarnya perbedaan pendapat di antara mereka, dan setelah musyawarah tidak mencapai hasil, bisa saja muncul pendapat yang menganggap bahwa pendapat salah satu pihak dianggap baik untuk dijadikan konsensus.
3. Model Konsensus Pendapat Luar
Dalam model ini konsensus dibentuk dari pendapat-pendapat lain di luar pihak yang terlibat konflik atau bukan dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Konsumen seperti ini dapat dinamakan konsensus pendapat luar. Digunakannya pendapat luar ini disebabkan karena adanya kesulitan dari pihak-pihak yang berkonflik untuk menerima pendapat dari masing-masing pihak yang berkonflik. Hal ini terjadi karena perbedaan pendapat yang sangat tajam diantara pihak-pihak yang berkonflik, namun pihak-pihak yang berkonflik melihat ada butir-butir pendapat dari pihak lain di luar pihak yang berkonflik yang bisa mereka setujui. Pihak lain bisa saja mediator atau pihak lain di mana pun juga yang ada dalam masyarakat.
4. Model Konsensus Gabungan
Model ini merupakan gabungan dari berbagai model konsensis yang dibahas di atas. Dalam model ini digunakan butir-butir pendapat tertentu yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat konflik, di samping butir-butir pendapat lain yang berasal dari pihak-pihak lain yang tidak terlibat konflik. Diterimanya butir-butir tertentu dari pihak lain, menunjukkan ada kesulitan dari pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menerima butir-butir pendapat mereka sendiri. Sebagai cara untuk menghasilkan konsensus, mereka menggunakan pendapat pihak lain yang dapat disetujui bersama.
Sedangkan pengambilan keputusan dengan suara terbanyak dalam demokrasi Pancasila menganut tiga formula. Formula pertama, persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 anggota MPR yang hadir dalam hal pengambilan keputusan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden atas usul DPR. Formula kedua, pengambilan keputusan dengan suara terbanyak 50% + 1 (mayoritas mutlak) dari seluruh jumlah anggota MPR dalam hal menetapkan atau mengubah UUD 1945.
Formula ketiga, pengambilan keputusan dengan suara terbanyak di luar pengambilan keputusan pemberhentian Presiden/Wakil Presiden dan penetapan/pengubahan UUD 1945. Misalnya, dalam pengambilan keputusan menerima/menolak suatu RUU menjadi UU; menerima/menolak dimasukkannya pasal-pasal tertentu dalam UU.
Komentar
Posting Komentar